Bahasa Indonesia
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia
yang sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia
juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, ia hanya sebagian kecil dari
penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena
dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka
menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa
Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. Untuk sebagian besar lainnya
bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia
adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia ialah sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik
Indonesia.
Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia,
pada tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis
yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia
adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang
pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara
dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang
dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja
berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe
dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe
laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa
Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli
jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau
sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan,
Sumatra Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju.
Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan
pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia".
Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu
dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian
besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti
bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita
katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap "lahir" atau diterima
keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18
Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah.
Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam
kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan
sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.
Sejarah
Bahasa
Indonesia adalah bahasa Melayu, sebuah
bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua
franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk
informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu Pasar.
Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan
toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari
berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.
Bentuk yang
lebih resmi, disebut Melayu Tinggi,
pada masa lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih
sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif
Bahasa Melayu Pasar.
Pemerintah kolonial Belanda yang
menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya
Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di
antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai
Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak pedagang
yang melewati Indonesia.[rujukan?]
Penyebutan
pertama istilah "Bahasa Melayu" sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686
M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuna
dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya,
kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa
prasasti Melayu Kuna di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna
yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan
Sriwijaya.
Berbagai batu
bertulis (prasasti) yang ditemukan itu seperti:
- Prasasti
Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683
- Prasasti
Talang Tuo di Palembang, tahun 684
- Prasasti
Kota Kapur di Bangka Barat,
tahun 686
- Prasasti
Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688
Yang kesemuanya
bertuliskan Pra-Nagari dan bahasanya
bahasa Melayu Kuno memeberi petunjuk bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa
Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya.
Prasasti-prasasti
lain yang bertulis dalam bahasa Melayu kuno juga terdapat di
- Jawa Tengah, Prasasti Gandasuli, tahun 832
- Bogor, Prasasti Bogor, tahun 942
Kedua-dua
prasasti di pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa
Melayu Kuno pada ketika itu bukan saja dipakai di pulau Sumatra, melainkan juga ia dipakai di pulau Jawa.
Berikut ini
kutipan sebagian bunyi batu bertulis Kedukan Bukit. Swastie syrie syaka
warsaatieta 605 ekadasyii syuklapaksa wulan waisyaakha dapunta hyang naayik di
saamwan mangalap siddhayaatra di saptamie syuklapaksa wulan jyestha dapunta
hyang marlapas dari minanga taamwan...
(Terjemahan
dalam bahasa Melayu sekarang (bahasa Indonesia): Selamat! Pada tahun saka 605
hari kesebelas pada masa terang bulan Waisyaakha, tuan kita yang mulia naik di
perahu menjemput Siddhayaatra. Pada hari ketujuh, pada masa terang bulan
Jyestha, tuan kita yang mulia berlepas dari Minanga Taamwan...)
Penelitian
linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua
dialek bahasa Melayu Kuna yang digunakan pada masa yang berdekatan.
Karena
terputusnya bukti-bukti tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13, ahli bahasa
tidak dapat menyimpulkan apakah bahasa Melayu Klasik
merupakan kelanjutan dari Melayu Kuna. Catatan berbahasa Melayu Klasik
pertama berasal dari Prasasti Terengganu
berangka tahun 1303.
Seiring dengan
berkembangnya agama Islam dimulai dari Aceh
pada abad ke-14, bahasa Melayu klasik lebih berkembang
dan mendominasi sampai pada tahap di mana ekspresi “Masuk Melayu” berarti masuk
agama Islam.
Bahasa Melayu
di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada
waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih
digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan
Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada
saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari
Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu
Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa
pertimbangan sebagai berikut:
- Jika
bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik
Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak
(golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
- Bahasa
Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau.
Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang
yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna
kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih
besar.
- Bahasa
Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau
Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun
Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan
Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis.
Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit
terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke,
ataupun dari bahasa lainnya.
- Pengguna
bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945,
pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris.
Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu,
dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di
negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa
ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di
Asia Tenggara.
Dengan memilih
Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa
Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan
kebangsaan.
Bahasa
Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi
dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah
dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Perinciannya
sebagai berikut:
- Pada tahun
1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen
dan ia dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
- Pada tahun
1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan
yang diberi nama Commissie
voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada
tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan
buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan
Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara
kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di
kalangan masyarakat luas.
- Tanggal 28
Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan
bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan
mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
- Pada tahun
1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang
menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisyahbana dan kawan-kawan.
- Pada
tarikh 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I
di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
- Pada
tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945,
yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara.
- Pada
tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai
pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
- Kongres
Bahasa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober s.d. 2 November
1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan
dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
- Pada
tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto,
Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di
hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57,
tahun 1972.
- Pada
tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia
(Wawasan Nusantara).
- Kongres
Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28
Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan
bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah
Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
- Kongres
bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 21-26
November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah
Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat
yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan
kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
- Kongres
bahasa Indonesia V di Jakarta pada tarikh 28 Oktober s.d. 3 November
1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari
seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,
Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya
karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa
di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia.
- Kongres
Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tarikh 28 Oktober s.d. 2 November
1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta
tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman,
Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan
Amerika Syarikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
- Kongres
Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada
tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan
Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut.
- Keanggotaannya
terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian
terhadap bahasa dan sastra.
- Tugasnya
memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta
mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Ejaan-ejaan
untuk bahasa Melayu/ Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
Ejaan ini
ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van Ophuijsen
merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib
Soetan Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
- Huruf j
untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
- Huruf oe
untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
- Tanda diakritik, seperti
koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal,
ta’, pa’, dinamai’, dsb.
Ejaan ini
diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini
lebih dikenal dengan nama ejaan Republik.
Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
- Huruf oe
diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur,
dsb.
- Bunyi
hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak,
pak, rakjat, dsb.
- Kata ulang
boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
- Awalan di-
dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Konsep ejaan
ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama
tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
Ejaan ini
diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik
Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.
Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa
Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972) |
Malaysia
(pra-1972) |
Sejak 1972
|
tj
|
ch
|
c
|
dj
|
j
|
j
|
ch
|
kh
|
kh
|
nj
|
ny
|
ny
|
sj
|
sh
|
sy
|
j
|
y
|
y
|
oe*
|
u
|
u
|
Catatan: Tahun 1947
"oe" sudah digantikan dengan "u".
Ada empat tempo
penting dari hubungan kebudayaan Indonesia
dengan dunia luar yang meninggalkan jejaknya pada perbendaharaan kata Bahasa
Indonesia.
Hindu
(antara abad ke-6 sampai 15 M)
Sejumlah besar
kata berasal dari Sanskerta Indo-Eropa. (Contoh: samudra, suami,
istri, raja, putra, pura,
kepala, mantra, cinta,
kaca)
Islam
(dimulai dari abad ke-13 M)
Pada tempo ini
diambillah sejumlah besar kata dari bahasa Arab dan Persia (Contoh: masjid, kalbu, kitab,
kursi, doa, khusus, maaf, selamat, kertas)
Pada tempo ini
ada beberapa bahasa yang diambil, di antaranya yaitu dari Portugis (contohnya: gereja, sepatu, sabun,
meja, jendela) dan Belanda (contohnya: asbak,
kantor, polisi, kualitas)
Pasca-Kolonialisasi
(Kemerdekaan dan seterusnya) banyak kata yang diambil berasal dari bahasa Inggris. (Contoh: konsumen, isu). Dan ada juga Neo-Sanskerta yaitu neologisme yang didasarkan pada bahasa Sanskerta, (contoh: dasawarsa, lokakarya, tunasusila)
Selain daripada
itu bahasa Indonesia juga menyerap perbendaharaan katanya dari bahasa Tionghoa (contoh: pisau,
tauge, tahu, loteng, teko, tauke, cukong).
Ciri-ciri lain
dari Bahasa Indonesia
kontemporer yaitu kesukaannya menggunakan akronim dan singkatan.
Bahasa
Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak
menyerap kata-kata dari bahasa lainnya.
Asal
Bahasa
|
Jumlah
Kata
|
Arab
|
1.495 kata
|
Belanda
|
3.280 kata
|
Tionghoa
|
290 kata
|
Hindi
|
7 kata
|
Inggris
|
1.610 kata
|
Parsi
|
63 kata
|
Portugis
|
131 kata
|
Sanskerta-Jawa Kuna
|
677 kata
|
Tamil
|
83 kata
|
Sumber: Senarai Kata
Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).
Indonesia
termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat
subkelompok dari bahasa
Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari bahasa Austronesia.
Menurut situs Ethnologue, bahasa
Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek
Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra
Bahasa
Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di
area perkotaan (seperti di Ibukota Jakarta yang digunakan bahasa Indonesia
dengan dialek Betawi serta logat Betawi).
Penggunaan
bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek-dialek
dan logat-logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi
dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang
digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.
Bahasa
Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
- Ikrar
ketiga Sumpah Pemuda
1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia.
- Undang-Undang
Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”.
Dari Kedua hal
tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
- Bahasa
kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
- Bahasa
negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik
Indonesia)
Berikut adalah
fonem dari bahasa indonesia mutakhir
Vokal
|
|||
Depan
|
Madya
|
Belakang
|
|
Tertutup
|
iː
|
uː
|
|
Tengah
|
e
|
ə
|
o
|
Hampir
Terbuka
|
(ɛ)
|
(ɔ)
|
|
Terbuka
|
a
|
Bahasa
Indonesia juga mempunyai diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam suku kata tertutup seperti air
kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong
Konsonan
|
|||||
Bibir
|
Gigi
|
Langit2
keras |
Langit2
lunak |
Celah
suara |
|
Sengau
|
m
|
n
|
ɲ
|
ŋ
|
|
Letup
|
p b
|
t d
|
c ɟ
|
k g
|
ʔ
|
Desis
|
(f)
|
s (z)
|
(ç)
|
(x)
|
h
|
Getar/Sisi
|
|
l r
|
|
|
|
Hampiran
|
w
|
|
j
|
|
|
- Vokal di
dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan
di dalam tanda kurung adalah fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata
serapan.
- /k/, /p/, dan /t/ tidak diaspirasikan
- /t/ dan /d/ adalah konsonan gigi
bukan konsonan rongga gigi
seperti di dalam bahasa Inggris.
- /k/ pada akhir suku kata menjadi konsonan letup
celah suara
- Penekanan
ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar. Namun
apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah ke suku kata
terakhir.
Dibandingkan
dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak banyak menggunakan kata bertata bahasa dengan jenis kelamin.
Sebagai contoh kata ganti seperti "dia" tidak secara spesifik menunjukkan
apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga
ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar" sebagai
contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus
ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai contohnya.
Ada juga kata
yang berjenis kelamin, seperti contohnya "putri" dan
"putra". Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain
(pada kasus di atas, kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno.
Untuk mengubah
sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah reduplikasi (perulangan kata),
tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam konteks. Sebagai contoh
"seribu orang" dipakai, bukan "seribu orang-orang".
Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada kata
benda.
Bahasa
Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu
"kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti
eksklusif yang berarti tidak termasuk sang lawan bicara, sedangkan
"kita" adalah kata ganti inklusif yang berarti kelompok orang yang
disebut termasuk lawan bicaranya.
Susunan kata
dasar yaitu Subyek - Predikat - Obyek (SPO), walaupun susunan kata lain juga
mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada
orang atau jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (tense).
Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti,
"kemarin" atau "esok"), atau petunjuk lain seperti
"sudah" atau "belum".
Dengan tata
bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri,
yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan
cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.
Pada keadaannya
bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang
disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut
sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan atas
hal ihwal berikut:
- Dialek
regional, yaitu
rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga ia membedakan
bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di
daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena itu,
dikenallah bahasa Melayu
dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.
- Dialek
sosial, yaitu
dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai
tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja.
- Dialek
temporal, yaitu
dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu
zaman Sriwijaya
dan dialek Melayu zaman Abdullah.
- Idiolek, yaitu
keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa
Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam
pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa
dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, ia
dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan
antarpembicara.
Ragam bahasa
menurut pokok pembicaraan meliputi:
- ragam undang-undang
- ragam jurnalistik
- ragam ilmiah
- ragam sastra
Ragam bahasa
menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
- ragam
lisan, terdiri dari:
- ragam
percakapan
- ragam pidato
- ragam
kuliah
- ragam
panggung
- ragam
tulis, terdiri dari:
- ragam
teknis
- ragam
undang-undang
- ragam
catatan
- ragam
surat-menyurat
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:
- komunikasi
resmi
- wacana
teknis
- pembicaraan
di depan khalayak ramai
- pembicaraan
dengan orang yang dihormati
Selain keempat
penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.